Ilmu pengetahuan modern selalu membawa dampak positif bagi
tumbuh kembangnya nilai-nilai kemanusiaan, tapi kita tidak boleh melupakan sisi
negatifnya.Disinilah peran agama untuk membatasi dampak negatif perkembangan
teknologi. Sebut saja fenomena bayi tabung yang di proses melalui inseminasi
buatan. Di satu sisi proses itu dapat menolong suami – istri yang mandul,
dilain pihak bisa diselewengkan.
Penyelewengan itu terbukti dengan timbulnya kasus bayi
tabung di Amerika Serikat tahun 1980-an yang lahir dari pasangan Mary Beth
Whitehead (sebagai ibu titipan ) dengan William Stern, ibu titipan diseret ke
meja hijau karena tidak mau menyerahkan bayi yang telah dikandungnya kepada
keluarga William Stern sesuai kontrak. Setelah melalui proses peradilan yang
panjang, akhirnya keluarga William memenangkan perkara tersebut berdasarkan
keputusan Mahkamah Agung.
Masalah bayi tabung sangatlah menarik untuk dibahas, sebab
masyarakat Islam di Indonesia memerlukan informasi yang akurat.Maka, berbagai
seminar dan penelitianpun di gelar .Misalnya 1980, Majlis Tarjih Muhammadiyah
memutuskan mengharamkan bayi tabung dengan donor sperma.
Selain itu, lembaga Fiqh Islam Organisasi konferensi Islam
itu juga pernah menggelar acara yang sama di Amman, Yordania , pada 1986.
Seminar yang membahas beberapa teknik inseminasi buatan itu, hasilnya kurang
lebih sama dengan keputusan Muhammadiyah : mengharamkan bayi tabung dengan donor
sperma. Takhta Suci Vatikan pemimpin tertinggi kaum katolik sedunia juga secara
resmi mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, dan ibu titipan.
Pada Zaman Imam-imam Mazhab, masalah bayi tabung tentu saja
belum muncul sehingga kita tidak memperoleh fatwa mereka. Tapi, kalau mengkaji
masalah ini dari segi hukum Islam , kita harus menggunakan metode ijtihad agar
sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur'an dan sunah. Untuk itu diperlukan
informasi yang cukup tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari para
ahli ilmu kedokteran maupun biologi.
Ada beberapa macam jenis bayi tabung . Pertama , bayi
tabung yang berasal dari sel sperma dan ovum pasangan suami – istri yang sudah
menikah embrionya di tanam di rahim istri , tidak di transfer ke dalam rahim
perempuan lain, termasuk kedalam rahim istri yang lain ( bagi suami yang
poligami ). kedua bayi tabung yang berasal dari bantuan donor sperma orang
lain.
Metode yang pertama dilakukan dengan mengambil sperma suami
yang disuntikan kedalam vagina istri . Bisa juga, melalui pembuahan yang
dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya di tanam dalam rahim istri (vertilized
ovum).
Lelaki super sedangkan untuk cara yang kedua , dilakukan
dengan pembuatan donor sperma yang tidak didasarkan atas hubungan suami-istri ,
tetapi memakai sperma yang masih aktif ( milik siapa saja ) yang telah
didonorkan atau dijual . Hal ini bisa dilakukan untuk mendapatkan bayi yang
“sempurna“ pasangan suami-istri mencari sperma dari lelaki-lelaki “ super “.
Menurut Mahmud Syaltut, mantan rektor universitas Al-Azhar,
Kairo, dalam kitab Al-Fatawa, metode yang kedua ( bayi tabung hasil donor
sperma )diharamkan, sebab hukumnya sama dengan zina .Dari segi hukum, anak
hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang
melahirkannya.
Adapun cara yang pertama (bayi tabung hasil sperma suami)
dapat di benarkan oleh islam.Baik melalui sperma suami yang disuntikan kedalam
vagina istri , maupun dengan pembuahan yang dilakukan di luar rahim, yang
hasilnya kemudian ditanam di rahim istri .Cara ini boleh dilakukan , asal sudah
tak ada cara lain untuk memperoleh seorang anak, selain dengan inseminasi
buatan.
Dalil-dalil syar'i (Agama ) yang dapat dijadikan landasan
hukum yang mengharamkan inseminasi buatan dengan donor ialah surah Al-isra ayat
70 “ Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkat mereka
didaratan dan lautan , kami beri rejeki dari yang baik-baik , dan kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang kami ciptakan
.” Juga surah At-Tin ayat 4 “ Seseungguhnya kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Kedua ayat itu menunjukkan, manusia diciptakan Allah SWT
sebagai mahluk yang mempunyai sejumlah keistimewahan, melebihi mahluk yang
lain.Allah SWT pun berkenan memuliakan manusia, maka sudah sepantasnya manusia
menghormati martabatnya sendiri dan martabat manusia yang lain.Sebaliknya,
inseminasi buatan dengan donor pada hakikatnya merendahkan harkat manusia (
human dignity ), boleh dibilang sejajar dengan hewan.
Adapun hadis yang membenarkan hal itu diriwayatkan oleh Abu
Daud , Al-Tirmidzi, dan dipandang sahih oleh ibnu Hibban, “ Tidak halal bagi
seseorang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir menyiramkan airnya ( sperma
) pada tanaman orang lain ( vagina istri orang lain ).”
Para ulama Mazhab juga sepakat mengharamkan seseorang yang
melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sedang hamil – hasil pembuahan
dari hubungannya dengan suami terdahulu. Tapi mereka berbeda pendapat mengenai
sah tidaknya mengawini perempuan hamil.Adalah imam Abu Hanifah yang
membolehkannya , asal mereka tidak melakukan hubungan seksual sebelum si bayi
lahir. Sedangkan bagi imam Zufar tidak boleh demi menjaga kemurnian nasab.
Menurut Masjfuk Zuhdi dalam buku Masail Fiqhiyah, hadis
tersebut dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan
donor sperma . Karena kata Ma' dalam bahas arab ( juga dalam bahasa Al-Qur'an )
dapat diartikan sebagai “ air hujan “pada umumnya ,sebagaimana tersebut dalam
surah Thaha ayat 53 : atau juga dapat di artikan sebagai “ Benda cair “ atau “
sperma “ sebagaimana dalam surah an-Nur ayat 45 dan Ath-thariq ayat 6.
Seperti kita ketahui , bayi tabung dengan donor sperma
lebih mendatangkan mudarat ( keburukan ) dari pada maslahat ( kebaikan ),
meskipun ada juga asfek positifnya ,yaitu , membantu pasangan suami-istri yang
keduanya, atau salah seorang diantaranya, mengalami hambatan alami untuk
bertemunya sel sperma dengan sel telur. Misalnya, karena saluran sel telur
istri terlalu sempit ,atau ejakulasi ( pancaran sperma ) suaminya terlalu
lemah.
Sedangkan aspek negatif inseminasi buatan dengan donor jauh
lebih besar. Antara lain , pencampuran nasab yang tidak jelas, bertentangan
dengan sunatullah ( hukum alam ), sama dengan prostitusi,sumber konflik dalam
rumah tangga yang bisa saja berbeda sifat fisik dan mentalnya dengan
orangtuanya. Dan karena bayi tabung, khususnya dari ibu titipan, tidak
mengalami proses kasih sayang alamiah ,kemungkinan besar tidak dapat terjalin
hubungan antara ibu dan anak secara alami ( perhatikan Al-qur'an surah Lukman
ayat 14 dan surah Al-Ahqaf ayat 15 ).
Berdasarkan kajian yang mendalam dan masukan-masukan dari
berbagai kalangan ,pada 13 Juni 1979 Majlis Ulama Indonesia memutuskan bayi
tabung dengan sperma dari suami yang sah,hukumnya mubah ( dibolehkan ).sebab ,
hal ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah -kaidah agama.
Sedangkan bayi tabung dari pasangan suami-istri dengan
titipan pada rahim istri lain ( misalnya istri kedua dititipkan pada istri
pertama ), hukumnya haram berdasarkan kaidah saadd az-zari'ah alias priventif.
Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan ibu
yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung atau dititipi kemudian
melahirkannya. Begitu pun sebaliknya.
Adapun bayi tabung dari sperma yang di bekukan dari suami
yang telah meninggal dunia, hukumnya haram berdasarkan kaidah saadd
az-zari'ah.sebab,hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik , baik dalam
kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal hak waris.
Selain itu, bayi tabung yang spermanya diambil dari bukan
suaminya yang sah,hukumnya haram berdasarkan kaidah saadd az-zari'ah , yaitu
untuk menghindari terjadinya perbuatan zina yang sesungguhnya.kalaupun itu
terjadi,statusnya sama dengan zina. (Sumber Al-Kisah No. 21 /11-24 Oktober 2004
oleh ***RIFQ/*WI)
0 komentar:
Posting Komentar