Penggunaan printer 3D yang makin
populer, membuat para analis memasukkan perangkat ini dalam daftar 10 teknologi
yang akan berkembang pesat pada tahun 2014. Tak hanya di kalangan industri dan
perorangan, beberapa bulan belakangan ini printer 3D juga kerap dimanfaatkan
untuk keperluan medis.
Rapid prototyping atau saat ini dikenal
dengan 3D printing merupakan suatu proses pembentukan berbagai bentuk model
digital secara virtual dalam objek tiga dimensi. Teknologi 3D printing ini
menggunakan proses additive dimana setiap lapisan dari berbagai material
tercetak satu per satu dalam berbagai bentuk yang berbeda sebelum menjadi model
digital yang diinginkan sehingga lapisan – lapisan ini menjadi suatu objek
nyata dari desain visual berformat CAD.
Saat ini teknologi 3D printing telah
sampai pada pengembangan dalam dunia medis. Bahan material tidak lagi hanya
berupa polimer dan besi, melainkan sel kulit dan gen manusia (bio-ink). Sel ini
mampu meniru berbagai droplets yang berukuran amat kecil, yang tersusun
setidaknya lima sel per droplet, dengan berbagai bentuk dan ukuran. Droplet
dengan struktur dan susunan yang rumit ini dicetak satu demi satu, lapisan demi
lapisan, secara runut.
Berikut pemanfaatan 3D Printing dalam
bidang medis :
1. Bioprinting
Bioprinting adalah suatu teknologi
pembuatan organ atau jaringan tubuh makhluk hidup buatan dengan menggunakan 3D
printing. Tujuannya dalam jangka panjang adalah untuk menggantikan organ atau
jaringan tubuh yang rusak. Pada tahun 2002, Professor Makoto Nakamura, seorang
dokter, menyadari bahwa printer jet dapat menghasilkan ribuan sel per detik,
sebagai ganti dari tinta, dan membangun organ dalam 3D. Di tahun 2008, Nakamura
berhasil membuat biotubing, semacam pembuluh darah, dengan printer jet.
Selain Nakamura, pada 2008, Professor
Gabor Foracs dari Organovo mencoba bioprinting pembuluh darah dan jaringan
untuk jantung dari sel ayam dengan menggunakan printer yang memiliki 3 head.
Ketiga head masing-masing berisi sel jantung, sel endothelial, dan kolagen
sebagai kerangka.
2. Robohand
Robohand / tangan robot diciptakan untuk
membantu orang-orang yang tidak memiliki jari tangan. Tangan robot yang dicetak
menggunakan 3d printing ini dapat disesuaikan dengan bentuk tangan pengguna
tangan robot itu sendiri.
Salah satu pengguna yang sudah merasakan
kehebatan tangan robot ini adalah Liam, seorang anak berusia 5 tahun yang
mendapat hadiah terbaik dalam hidupnya. Hadiah fungsional, berupa tangan kanan
nyaman baru. Tangan ini dicetak menggunakan 3d printer dengan menggunakan
material plastic PLA yang cukup kuat untuk penggunaan sehari-hari Liam. Hal ini
dikendalikan oleh gerakan pergelangan tangan, lengan dan tangan melalui kabel
dan return bungees.
Tiga hari setelah menerima tangan
barunya, Liam sudah bisa melakukan beberapa hal dengan tangan kanannya, bermain
bola di kamar, sama dengan apa yang anak lainlakukan dengan usianya sekarang.
Ia bahkan dapat mengambil sebuah objek kecil dan sulit seperti koin.
3. Rekontruksi Wajah
Empat tahun yang lalu Eric Moger (60
tahun) pergi untuk operasi rutin guna menghilangkan polip di hidungnya. Tapi
kemudian Dokter menemukan tumor berukuran bola tenis bersarang di belakang
hidung dan mata kirinya. Cepat saja Eric didiagnosis menderita Skuamosa
Carsinoma Cell (SCC) dan dokter harus membuang sebagian besar dari sisi kiri
wajahnya, termasuk matanya, dengan tujuan untuk menyingkirkan kanker itu.
Bagian dari palet atasnya juga dihilangkan, dan itu membuat Eric tidak dapat
makan atau minum secara normal.
Kemudian Eric bebas kanker, tetapi
wajahnya rusak permanen karena operasi. Selama empat tahun berikutnya Eric
memiliki delapan operasi rekonstruksi gagal. Sebagai usaha terakhir, ia setuju
untuk tampil di sebuah reality show Inggris yang mempertemukannya dengan
seorang profesor bedah gigi Andrew Dawood dari London.
Dawood menggunakan scanner digital untuk
menangkap wajah Eric dan kemudian menggunakan perangkat lunak digital untuk
merancang sebuah topeng palsu. Virtual desain disalin dari sisi kanan wajah
Eric dan dibalik sehingga sisi kiri akan cocok. Selanjutnya, Dawood menggunakan
printer 3D untuk membuat cetakan nilon.
Proses desain dan percetakan memakan
waktu sekitar enam minggu. Dia merancang sebuah perancah yang bisa dimasukkan
ke dalam rongga wajah Eric untuk menempelkan topeng di tempatnya dan
menciptakan implan mulut yang akan menutup mulut Eric dan memungkinkan dia
untuk makan dan minum secara normal.
5. Exoskeleton
Perkembangan teknologi printer 3D saat
ini telah mampu membuat lengan buatan untuk penyandang cacat. Seorang gadis
kecil berusia 2 tahun bernama Emma memiliki penyakit langka yang dikenal
sebagai Anthrogryposis. Namun kini Emma mampu menjalani aktivitasnya tanpa
harus tergantung dengan orang lain, berkat hasil cetakan printer 3D yang diberi
nama Wilmington Robotic Exoskeleton atau WREX.
WREX (Wilmington Robotic Exoskeleton)
adalah hasil rapid prototyping yang dicetak dengan teknologi printer 3D. WREX
menempel pada tubuh penderita menggunakan pita elastis dan pelat logam untuk
memberikan kekuatan buatan agar dapat membantu penggunanya menggerakkan anggota
tubuhnya.
WREX mampu membuat bagian tubuh yang
cacat menjadi bagian tubuh buatan yang normal dimana hasil cetakan bagian tubuh
tersebut bisa disesuaikan dengan ukuran penggunanya. Selain itu WREX juga dapat
di-resize atau diubah ukurannya sesuai kebutuhan dan di print ulang.
6. Pembuatan Model Janin
Perusahaan Jepang FASOTEC telah
melakukan pengembangan lebih lanjut pada percetakan 3D (3D-Printing), yaitu
untuk membuat model janin. Teknologi ini akan memungkinkan orang tua untuk melihat
wajah calon bayi mereka dalam bentuk 3 dimensi sebelum nantinya dilahirkan.
Dengan menggunakan cara yang sama, dapat juga dilakukan untuk membuat
bagian-bagian tubuh dan organ dalam lainnya yang dipindai yang dapat
dimanfaatkan oleh dokter bedah untuk melakukan penelitian atau simulasi
terhadap organ pasien, sebelum melakukan tindak operasi.
7. Implant Trakea
Kaiba lahir di Akron, Ohio dengan cacat
lahir yang disebut tracheobronchomalacia, suatu kondisi yang menyebabkan
saluran udara sering runtuh, sering mengakibatkan Kaibasama sekali tidak dapat
bernapas. Kondisinya akhirnya menjadi kritis dan ia dilarikan ke University of
Michigan Medical Center di mana dokter Glenn Green dan Scott Hollister
menggunakan 3-D printing untuk membuat belat untuk menahan napas Kaiba agar
tetap terbuka.
Green, profesor THT pediatrik, mengatakan
pemikiran di balik obat Kaiba adalah menemukan cara untuk menggantikan trakea
Kaiba untuk sementara. "Kaiba memiliki tracheobronchomalacia terburuk yang
pernah kulihat pada bayi," kata Green. Sekitar satu hari setelah Kaiba
dibawa ke Ann Arbor, Hollister, profesor bedah mulut dan profesor teknik
biomedis, mampu membangun belat atas trakea Kaiba menggunakan printer 3-D,
sebuah perangkat yang menggunakan sistem laser-centering untuk mengukir
benda-benda fisik yang dirancang pada komputer.
Keduanya, Green dan Hollister mengatakan
efeknya terbilang cepat dan paru-paru Kaiba mulai mengembang dan mengempis
secara normal. Belat Kaiba ditempatkan di luar trakea, dan terbuat dari bahan
biodegradable yang akan larut setelah jaringan itu tumbuh dan sehat.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar